Senin, 15 Maret 2010

Geografi Regional Dunia

DAMPAK PEMBALAKAN LIAR HUTAN JATI TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT
DI KABUPATEN BOJONEGORO






OLEH :
SITINURWATIN
074274005


















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian rakyat Indonesia, karena hutan memberikan sumber kehidupan bagi kita. Hutan menghasilkan nair dan oksigen sebagi komponen yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia. Pengelolaan hutan bagi kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama baik pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha. Pemanfaatan nilai ekonomis hutan bagi masyarakat harus seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan hidup sehingga hutan tetap dapat dimanfaatkan secra adil dan berkelanjutan.
Pada buku rekor dunia edisi tahun 2008 pemasukan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penghancuran hutan tercepat diantara negara-negara yang memiliki 90 % dari sisa hutan di Indonesia. Dalam setiap jamnya hutan Indonesia telah hancur dalam luasan 300 kali luas lapangan sepak bola. Akibat besarnya laju kerusakan hutan tersebut Indonesia telah kehilangan ¾ bagian dari kawasan hutan alamnya (sekitar 72 %) dari jumlah tersebut 40 %nya telah hilang dan salah satu penyebab kerusakan hutan yang maha dahsyat ini adalah adanya praktek penebangan ilegal. Berdasarkan hasil citra Landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan, penebangan hutan di Indonesia menjadi tidak terkendali, padahal departemen kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan).
Daerah Bojonegoro merupakan wilayah dari Jawa Timur yang mempunyai permasalahan yang amat pellik mengenai hutan. kabupaten Bojonegoro yang pernah dikenal sebagai hutan jati di Jawa Timur kini berubah menjadi kawasan gersang dengan udara yang panas yang memeras keringat bahkan batang-batang pohon jati itupun tidak menciptakan suasana hutan yang tidak wajar. Selain karena tidak teratur letaknya juga karena umurnya yang terlalu muda. Puluhan warga yang menjarah kayu jati yang berumur dua tahun bertempat tinggal di sekitar lokasi hutan. predikat sebagai kota jati untuk kabupaten Bojonegoro sebenarnya sudah tidak layak lagi, meskipun masih memiliki hutan jati terluas di Jawa Timur.

Sumber : situs web resmi: www.bojonegoro.go.id


Menurut laporan PT. Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Bojonegoro luas hutan produksi kayu jati tinggal 26.160 hektar, hutan jati yang sudah produktif 17.280 hektar. Kerugian yang dialami PT. Perhutani akibat pencurian kayu meningkat dari tahun ke tahun. Sebagaimana yang kita ketahuia pada masa lalu pengelolaan hutan kurang memperhatikan manaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterpaduan, dan keterbukaan. Pada masa itu pengelolaan hutan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memberikan konsesi kepada kelompok keonglomerat yang kemudian diharapkan dapat memberikan trickle down effect kepada seluruh masyarakat.
Hasil hutan dimanfaatkan sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari diantaranya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan yang berupa ukir-ukiran, mebel, dan lain sebagainya. Saat ini dalam skala kecil maupun besar, kawasan hutan masih mendapat tekanan dari kegiatan perambahan hutan, penebangan liar, dan pembakaran hutan yang masih juga terjadi. Desakan ekonomi, masyarakat yang belum paham, dan kerusakan yang mempunyai modal untuk merusak alam merupakan beberapa faktor pemicu kerusakan hutan dan kegiatan ilegal logging. Tekanan penduduk dan tekanan ekonomi yang semakin besar, mengakibtkan pengambilan hasil hutan semakin intensif (penebangan kayu). Penebangan hutan juga dilakukan untuk kepentingan yang lain, misalnya untuk mengubah menjadi ladang pertanian atau perkebunan. Akibat dari gangguan-gangguan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan musim hutan. perubahan-perubahan tersebut lebih menekankan ke arah fungsi ekonomi dengan mengabaikkan fungsi sosial dan fungsi ekologis. Salah satu faktor input adalah kondisi Sumber Daya Manusia, yang dapat dilihat berdasarkan tingkat pendidikannya. Kualitas SDM menjadi salah satu faktor penentu daya saing daerah. Lebih dari separuh penduduk di Bojonegoro hanya mengenyam pendidikan setingkat SD mayoritas adalah petani.
Menurut, Gubernur Jatim Imam Utomo, yang melihat langsung lokasi kawasan hutan jati bekas penjarahan secara liar di Desa Jono, Kec. Temayang, Penjarahan kayu jati yang melibatkan ribuan warga di kawasan hutan jati di Bojonegoro, harus dicegah. Pertimbangannya, penjarahan tersebut terjadi bukan karena rakyat lapar kemudian menjarah, tetapi karena faktor tertentu yang mempengaruhi dan menjadikan rakyat nekat menjarah secara membabi buta serta tetap berkeyakinan bahwa faktor terjadinya penjarahan secara liar tersebut bukan karena rakyat tak bisa makan.

Sumber :http://4.bp.blogspot.com/_0HNN3lZMIE/R2pfPWAaRmI/AAAAAAAAAA8/aZmXAs0CAKU/s400/Jati+Cepu.JPG
Secara geografis Kabupaten Bojonegoro terletak 111025 – 112009’’ BT dan 6059’ dan 7037’. Memiliki luas wilayah 230.706 ha, dengan jumlah penduduk sebesar 1.176.386 jiwa merupakan bagian dari wilayah Jawa Timur dengan jarak ± 110 km dari ibu kota Propinsi Jawa Timur. Topografi Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa di sepanjang daerah aliran sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah, sedangkan di bagian selatan merupakan dataran tinggi di sepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat. Sebanyak 40,15 % merupakan hutan negara, sedangkan yang digunakan sebagai sawah tercatat sekitar 32,58%.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana dampak pembalakan liar hutan jati terhadap perekonomian masyarakat di Bojonegoro?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dampak pembalakan liar hutan jati terhadap perekonomian masyarakat di Bojonegoro.
D. Manfaat
Dapat mengetahui dampak dari pembalakan liar terhadap perekonomian masyarakat dan memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai pentingnya keberadaan hutan jati di Bojonegoro bagi kelangsungan hidup manusia.












BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Hutan Yang Sangat Penting Bagi Kehidupan
Hutan Jati adalah sejenis hutan yang dominan ditumbuhi oleh pohon jati (Tectona grandis). Di Indonesia, hutan jati terutama di dapati di Jawa. Akan tetapi kini juga telah menyebar ke berbagai daerah seperti di pulau-pulau Muna, Sumbawa, Flores dan lain-lain. Hutan jati merupakan hutan yang tertua pengelolaannya di Jawa dan juga di Indonesia, dan salah satu jenis hutan yang terbaik pengelolaannya.
Masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan Perhutani ikut menjarah lahan Perhutani dengan melibatkan sejumlah aparat negara. Masyarakat desa hutan perlu memperoleh dana secara cepat setelah tertimpa krisis ekonomi pada 1997. Sementara itu, pembeli kayu jati terus meningkat dan membutuhkan kayu jati dalam jumlah sangat besar. Industri mebel kayu di Jawa pada saat itu juga sedang melesat perkembangannya. Dan, industri ini cukup banyak menggunakan jati untuk hasil produksinya. Beberapa rimbawan bahkan berpandangan bahwa penjarahan itu mencerminkan puncak pertentangan antara masyarakat desa hutan dan perum. Masyarakat desa hutan sudah lama merasa tidak lagi leluasa untuk memasuki hutan. Padahal kehidupan mereka tidak terpisahkan dari pemanfaatan hutan jati itu. Ketika pengawasan terhadap hutan negara melonggar saat krisis ekonomi menimpa Indonesia, para penjarah hutan siapa pun mereka memanfaatkan kesempatan.
Pengambilan kayu dari hutan jati di Jawa tidak diimbangi oleh kecepatan hutan jati untuk tumbuh berkembang. Satu pohon jati itu membutuhkan sekurang-kurangnya belasan tahun untuk tumbuh sebelum penebangan. orang-orang Indonesia telah berpaling ke lahan-lahan hutan untuk memperoleh uang secara mudah baik untuk sekedar menyambung hidup, maupun untuk memperoleh keuntungan besar secara cepat. Namun, kehancuran hutan ternyata telah berbalik membawa kerugian dan kesengsaraan berlipat pada penduduk negeri ini sendiri. Dalam tahun-tahun belakangan ini, sejumlah bencana alam, seperti erosi tanah secara luas, banjir yang lebih besar, dan lahan rusak, semakin sering terjadi di Indonesia, termasuk di Pulau Jawa. Boleh jadi, ini akibat langsung dan tak langsung dari mengabaikan fungsi-fungsi non-ekonomis hutan.
Dalam hal ini hutan yang ada telah menjadi sasaran setiap masyarakat sebagai pemenuh kebutuhan ekonominya, mereka hanya memperhatikan kepentingan ekonomi daripada kelestarian hutan. Lahan hutan negara yang telah dibebaskan dianggap sebagai miliknya, dijadikan sebagai lahan pertanian ataupun perkebunan. Hasil jarahan hutan jati tersebut digunakan untuk usaha sampingan berupa kerajinan dari kayu. Menurut Atlan, Bupati Bojonegoro, Pencegahan penjarahan secara liar akan dilakukan dengan membuat kesepakatan seluruh jajaran Muspida. Intinya, penegakan hukum dan HAM serta harus secepatnya dilakukan.Kesepakatannya, siapa pun yang terlibat atau melanggar HAM terkait aksi penjarahan, harus ditindak. Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan itu langkah tersebut harus disosialisasikan ke masyarakat dan dijadikan acuan guna mencegah penjarahan yang sudah tidak terkendali ini. Kapolwil Bojonegoro, Komisaris Besar Pol Sutjiptadi menyatakan, pengamanan hutanjati di Bojonegoro yang dilakukan polisi tidak setengah-setengah. Pencegahan penjarahan tetap dilakukan polisi. Tetapi mengingat luasnya kawasan hutan jati yang masuk wilayah Polwil Bojonegoro, termasuk Tuban, Jatirogo, dan Bojonegoro,pola pengamanan hanya mencegah di titik-titik rawan penjarahan secara massal.Untuk mengatasinya diperlukan adanya kesepahaman dari seluruh stake holder tentang hutan Indonesia.

Sumber : Situs web resmi: www.bojonegoro.go.id

B. Pemanfaatan Hasil Hutan Untuk Menambah Pengahasilan Selain Dari Hasil Pertanian
Mayoritas masyarakat Bojonegoro bermata pencaharian sebagai petani. Namun, disamping itu sejumlah masyarakat bergerak di bidang perdagangan yakni menjual hasil kerajinan dari hutan. Biasanya para pengrajin ini berasal dari petani gurem yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Mereka menjadi buruh sebagai pengrajin untuk menambah penghasilan. Adapun sebagian masyarakat yang sering melakukan aksi pembalakan liar sebagai pemenuh kebutuhan. Anggapan mereka bahwa hutan tersebut merupakan hutan miliknya yang merupakan warisan dari nenek moyangnya. Kegiatan penebangan hutan yanng dilakukan tidak diimbangi oleh reboisasi sedangkan penebangan hutan secara liar terus berkelanjutan. Hasil dari penjarahan hutan tersebut digunakan masyarakat untuk berbagai kerajinan, diantaranya :
1. Kerajinan Mebel Kayu Jati
Produk unggulan ini telah lama dikenal dan berkualitas ekspor, karena Bojonegoro merupakan penghasil kayu jati berkualitas. Corak dan desain telah disesuaikan dengan situasi zaman, baik lemari, buffet, meja, kursi atau tempat tidur. Adapun daerah-daerah yang terkenal sebagai industri mebel yaitu diantaranya Sukorejo dan Temayang. Apa yang membedakan mebel Bojonegoro dengan mebel yang lain, mebel Bojonegoro dibuat dari kayu-kayu jati asli dan memiliki umur yang bisa di bilang sudah cukup tua, dengan menggukan kayu yang tua maka hasil mebelnya dan ukirannya akan sangat indah sehingga memberikan corak yang khas.

Sumber : http://www.bojonegoro.go.id/baru/images/kerajinanrakyat.jpg
2. Kerajinan Bubut - Cukit
Bentuk souvenir kayu jati khas Bojonegoro yang tetap menonjolkan guratan kayu jati. Penggarapannya dilakukan secara teliti dan detail, tapi tetap mempertimbangkan aspek estetika. Khususnya berupa miniatur mobil, sepeda motor, becak, kereta api, jam dinding atau guci, penghias interior.

Sumber : http://www.bojonegoro.go.id/baru/images/macam_bubut.jpg
3. Kerajinan Limbah Kayu
Kerajinan limbah kayu jati yang dibentuk menjadi karya seni dalam berbagai model sudah merambah pasar ekspor ke berbagai negara.

Sumber : http://www.bojonegoro.go.id/baru/images/kerajinanrakyat.jpg
Menurut Sujatmiko,Pencurian Kayu Jati Di Bojonegoro Belum Bisa Dihentikan Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bojonegoro menemukan beberapa tempat pasar kayu jati ilegal., Perhutani menduga kayu tersebut hasil curian dari hutan jati di Bojonegoro. Harmono, Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (HPH) Perhutani Bojonegoro mengatakan, pihaknya menemukan beberapa lokasi pasar kayu ilegal, antara lainnya di Desa Pancar, Kecamatan Temayang, Desa Megaleh Kecamatan Kedungadem dan di Desa Kacangan, Kecamatan Tambahrejo.Tiga lokasi yang digunakan untuk bursa pasar kayu gelap tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun. Biasanya kayu yang dijual berupa batangan dan kayu setengah olahan dengan harga di bawah standar.
Dalam satu tahun terakhir ini kasus pencurian kayu jati di Bojonegoro terus membengkak. Bahkan saat Bupati Bojonegoro Suyoto menjenguk Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro beberapa waktu lalu menemukan 50 persen tahanan dan narapidana di LP Bojonegoro ditahan karena kasus pencurian kayu. Untuk menekan angka kasus ilegal logging di Bojonegoro, tahun ini Suyoto akan menganggarkan dana 5 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bojonegoro senilai Rp 889 miliar lebih.











BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahawa dampak pembalakan liar hutan jati di Bojonegoro terhadap perekonomian masyarakat mempunyai dampak negatif dan positif. Dampak negatifnya yaitu hilangnya sebagian areal hutan jati yang ada di Bojonegoro, terjadi pembukaan lahan secara ilegal, dan munculnya berbagai tindak kriminalitas. Dampak positifnya antara lain dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang berupa kerajinan dari hasil kayu jati, meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat sebagai pengrajin ukir kayu jati, menambah penghasilan masyarakat selain dari bertani, meningkatkan produktifitas dan kreatifitas masyarakat.
Usaha pembalakan liar yang dilakukan oleh masyarakat perlu penanganan yang serius agar lahan hutan tidak semakin berkurang. Diperlukan adanya penjagaan massal di sekitar hutan agar tidak terjadi pembalakan liar oleh Polwil Bojonegoro. Aktifitas penggalakan penanaman kembali hutan jati di Bojonegoro oleh segenap masyrakat dan pemerintah daerah setempat dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
















DAFTAR PUSTAKA
http://ngasem-bojonegoro.blogspot.com/2008/07/hutan-jati_23.html
Situs web resmi: www.bojonegoro.go.id
Hutan jati di Bojonegoro, Jawa Timur, http://id.wikipedia.org/wiki/hutan_jati
Ilegal loging penyebab terbesar keerusakan hutan Indonesia, Desember 20, 2007 Heru CN - Tempo News Room

2 komentar: